BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menuju kearah yang lebih baik merupakan dambaan semua
orang, setiap generasi, bahkan siapapun orangnya tidak mau statis, monoton,
melainkan berharap dinamis. Demikian juga pihak sekolah, baik itu SD, SMP,
SMA/SMK bahkan Perguruan Tinggi pun mengharapkan ada kemajuan atau peningkatan mutu
pendidikan dalam istilahnya.
Upaya kearah itu, tentunya memerlukan kerja keras,
bukan saja dari pihak guru dan siswa, namun Kepala Sekolah pun mempunyai tugas
yang tidak begitu ringan dalam peningkatan mutu pendidikan tersebut. Selain itu,
perlunya faktor pendukung ke arah kemajuan dan keberhasilan mutu itu, adanya
sarana dan prasarana yang memadai, bantuan moral dan material, bahkan spiritual
sekalipun tentunya menjadi pendorong utama, karena menyangkut hubungan batin
antara makhluk dan Khalik.
Untuk mewujudkan hal tersebut, kita tidak boleh
berpangku tangan atau hanya menerima apa adanya, melainkan ada upaya perubahan
mental dan spiritual.
Lebih lanjut Allah Swt. telah berfirman dalam Q.S. Ar-Ra’du : 11
Artinya : “Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”.
Dari ayat di atas, kita dapat
memahami isinya, bahwa Allah menganjurkan kepada manusia untuk berusaha
mengubah keadaan kita sendiri, tetapi bukan Allah Swt. yang mengubahnya.
Demikian hal nya dengan meningkatkan mutu pendidikan, harus ada upaya dan
kinerja dari berbagai pihak, agar dapat berhasil dengan memuaskan.
Salah satu dari sekian banyak
persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar dan menengah, bila dibandingkan dengan negara lain.
Pada dasarnya peningkatan mutu
pendidikan sudah sejak lama dibicarakan oleh para pelaku pembangunan di bidang
pendidikan, tetapi realitas dan bukti empirik yang kita lihat di lapangan telah
menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih dikatakan rendah. Karena itu dapat dikatakan
bahwa sampai saat ini titik berat pembangunan pendidikan masih ditekankan pada
upaya untuk meningkatkan mutu.
Penetapan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan amanah
sekaligus penjabaran dari UU Sisdiknas. Pada ketentuan ini, standar pelayanan
minimal yang perlu disusun, dicanangkan, dan dilaksanakan oleh penyelenggara
pendidikan, yakni meliputi : (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar
kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar
sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8)
standar penilaian.[[1]]
Perencanaan mutu (quality
planning) dalam konteks sekolah tentunya adalah pemenuhan kebijakan mutu
terhadap 8 Standar Nasional Pendidikan. Dengan demikian, sasaran dari program
sekolah adalah pencapaian indikator-indikator kunci pada setiap standar yang
ditetapkan. Perencanaan mutu harus disusun oleh segenap unsur-unsur sekolah
dengan juga membangun komitmen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja.
Dalam
Dunia pendidikan juga
mengenal fungsi pengawasan yaitu yang disebut pengawas sekolah; mungkin untuk
guru PAI adalah pengawas PAIS. Pengawas PAIS berfungsi sebagai mitra guru dan
kepala sekolah, inovator, konselor, motivator, kolaborator, asesor, evaluator
dan konsultan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan
sekolah adalah dengan melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian
(evaluasi).
Dalam Islam fungsi pengawasan dapat terungkap dalam ayat Al-Qur’an S.
Al-Fajr/89: 14.
Pengawasan
yang dilakukan pengawas sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah harus
benar-benar dapat diukur. Artinya, ada peningkatan kualitas layanan belajar
yang cukup signifikan sebagai peningkatan profesionalitas guru PAI.
Dengan demikian, pengeloaan institusi satuan pendidikan sebagai dampak dari
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat akan terus menerus
dapat membangun karakter warga sekolah dan karakter peserta didik.
Namun pada prinsipnya, keberadaan pengawas PAI selama
ini belum dapat dibanggakan, karena masih terdapat kesan yang negatif, seperti
kurang adanya komunikasi, jarang bahkan tidak pernah melakukan monitoring
terhadap sekolah, dan nada lain yang mungkin tak dapat diungkap pada tulisan ini. Ironisnya, adanya seorang pengawas yang ditugaskan untuk
membina dan memberikan bimbingan di dua bahkan tiga kecamatan, sehingga
tugasnya tidak terfokus pada satu sekolah yang inti. Padahal kehadiran pengawas
PAI sangat diperlukan bahkan didambakan oleh guru PAI terutama yang berstatus
sebagai PNS, karena memerlukan pembinaan dan bimbingan dalam mempersiapkan
administrasi guru seperti penyusunan Silabus, RPP, teknik penilaian dan lain sebagainya.
B. Rumusan masalah
Di dalam penelitian
kualitatif, rincian mengenai penetapan
rumusan masalah adalah seperti yang dikutip oleh dahare dan dinyatakan oleh Moleong (1989:69) bahwa,
pertama, rumusan masalah dapat membatasi studi sehingga tidak menyertakan
hal-hal yang di luar penelitian. Kedua, penetapan rumusan masalah berfungsi
untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau memasukkan-mengeluarkan informasi
yang baru diperoleh dari lapangan. Dengan panduan dan arahan dari rumusan
masalah maka peneliti dapat tahu data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana
yang walaupun menarik, karena tidak relevan, tidak perlu dimasukkan ke kumpulan
data yang akan dianalisis di tahap selanjutnya.
Kemudian, dari penetapan
rumusan masalah, akan “dipecah” atau diuraikan lagi menjadi pertanyaan
penelitian. Pertanyaan penelitian dimaksudkan untuk lebih mengoperasionalkan
rumusan masalah (Idrus. 2009: 48).
Sebagai ilustrasi untuk
memperjelas penetapan rumusan masalah dapat dinyatakan disini bahwa pengawas dalam rangka meningkatkan standar mutu maka pengawas harus berfungsi sebagai mitra
guru dan kepala sekolah, inovator, konselor, motivator, kolaborator, asesor,
evaluator dan konsultan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pembinaan sekolah adalah dengan melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian
(evaluasi).
Berdasarkan hal tersebut
diatas maka rumusan masalah ini akan mencoba mengungkapkan bagaimana aktifitas
dan peran pengawas terhadap kinerja dan kompetensi pengawas sekolah bidang PAI.
Kemudian dari hasil interaksi akan ditelaah pula bagaimana peran pengawas
sekolah tersebut dalam proses penjaminan mutu di sekolah binaannya.
Rumusan masalah di atas
apabila diturunkan dan diuraikan dalam pertanyaan penelitian maka seperti di
bawah ini :
a.
Bagaimana peran Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah binaannya?
b.
Bagaimana fungsi Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalkan tugas dan fungsinya terhadap profesionalisme guru di sekolah binaannya?
c.
Bagaimana upaya Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalkan
kinerjanya sebagai sosok teladan para guru PAI di sekolah binaannya?
C. Tujuan Penelitian
Melalui
penelitian ini, tujuan yang diinginkan adalah merumuskan tentang pendidikan agama
Islam melalui tugas dan fungsi pengawas. maka Secara spesifik, tujuan penelitian
ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui tugas pengawas Pendidikan Agama Islam dalam hal meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
binaannya.
2.
Untuk mengetahui peranan pengawas pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya sebagai supervisor terhadap profesionalisme guru di sekolah binaannya.
3.
Untuk mengetahui upaya Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalkan
kinerjanya sebagai sosok teladan para guru PAI di sekolah binaannya.
D. Metodologi Penelitian.
Kata “Metode” berasal dari kata
yunani, yaitu “Meta” dan “Hodos”. Meta artinya melalui, dan hodos artinya
jalan. Dengan demikian, menurut pengertian ini, metode dapat diartikan sebagai
suatu jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Murni Jamal (1981:1) menjelaskan,
bahwa yang dimaksud dengan metode adalah suatu cara kerja yang sitematis dan
umum terutama dalam mencari kebenaran
ilmiah. Metode merupakan suatu cara kerja tertentu yang dipakai dalam sebuah
penelitian atau dalam suatu program demi tercapainya suatu tujuan secara
efektif dan efisien.
Metode atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif, Pendekatan
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motifasi,
tindakan dan lain-lain, secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata, kalimat dan gambar.[[3]]
Alasan penggunaan penelitian kualitatif adalah :
1. Untuk memberikan batas latar
belakang penelitian.
2. Untuk memudahkan perhatian penulis
pada masalah-masalah yang akan diteliti.
3. Dengan menggunakan metode kualitatif, penulis akan
lebih kreatif dalam mengumpulkan data dan informasi di lapangan
Penelitian kualitatif (Qualitatif Researc) adalah suatu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang
secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi penelitian yang
menggunakan informasi yang bersifat menerangkan dalam bentuk uraian. Data yang
diperoleh adakalanya sangat sederhana, berupa kejadian-kejadian monovarian,
sehingga tidak mudah disusun dalam struktur klasifikasi.[[4]]
Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan
bahwa bahwa ciri-ciri metode penelitian
kualitatif ada lima, yaitu:
1.
Penelitian kualitatif mempunyai
setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen
kunci.
2.
Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau
gambar-gambar dari pada angka
3.
Penelitian kualitatif lebih
memperhatikan proses dari pada
produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang
diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
4.
Peneliti kualitatif mencoba
menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk
membuktikan hipotesis yang mereka
susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
5.
Penelitian kualitatif menitikberatkan
pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak.
Sedangkan
untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat, digunakan metode analisis
SWOT; Strength (kekuatan), Weaknes (kelemahan), Opportunity (peluang) dan
Treath (ancaman).
f. Teknik
Pengumpulan Data
1.
Observasi
Observasi
adalah tenik
pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan dengan disertai
pengamatan-pengamatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.[[5]]
Teknik ini digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati
tidak terlalu besar. Pelaksanaanya yaitu dengan terjun langsung kelapangan
dengan disertai pengamatan dan pencatatan terhadap hal-hal yang muncul terkait
dengan informasi antara data yang dibutuhkan.
Adapun hal-hal
yang di observasi observasi adalah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan Pengawas dan guru PAI.
2. Wawancara
atau interview
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan
yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang
mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang di wawancara.[[6]]
Teknik ini
digunakan untuk mendapatkan
keterangan dari pengawas dan guru PAI untuk memperoleh data dan informasi
sebanyak-banyaknya.
3. Metode dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari
catatan-catatan mengenai data pribadi responden.[[7]]
Sumber dokumentasi dalam penelitian ini adalah semua data yang di peroleh
dari pengawas dan guru PAI.
4.
Analisis dan Inventarisasi
Data
Data yang telah
terkumpul dideskripsikan menjadi data kualitatif. Data kualitatif yakni data
yang berbentuk kata-kata dipisah-pisahkan menurut kategori untuk diambil
kesimpulan.[[8]]
Pada penelitian
ini, data yang terkumpul dianalisis secara stimulan sepanjang periode
penelitian. Meskipun demikian, kegiatan yang diawali dengan fokus, pertanyaan,
permasalahan serta teks, kini pengumpulan data tertentu yang dapat
diantisipasi, tetapi kenyataanya selalu berubah sesuai dengan umpan balik yang
diperoleh dilapangan.
Langkah-langkah
analisis data dilakukan dengan mengikuti cara yang disarankan oleh Miles dan
huberman sebagai berikut.[[9]]
a. Reduksi Data
Pada tahap pertama, data-data
yang terkumpul dilapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan terinci,
Mengingat banyaknya data yang masuk, maka agar tidak menyulitkan kemudian
data-data tersebut direduksi dan dirangkum dengan memilih hal-hal pokok serta
tersusun secara sistematis. Dengan adanya proses reduksi data ini akan
mempermudah memberikan kode-kode pada aspek-aspek tertentu agar muah dicari
kembali jika dipelukan.
b. Display data
Display data merupakan proses
pengorganisasian data sehingga mudah dianalisis. Proses ini dilakukan dengan
visualisasi data dalam bentuk tabel, diagram atau grafik, Dengan langkah ini
data akan lebih mudah dianalisis.
c. Mengambil
Kesimpulan
Langkah ini dimulai dengan
mencari pola, tema, hubungan, hal-hal yang sering timbul dan lain sebagainya
yang mengarah pada konsep mutu pendidikan hingga ke guru PAI
[1]. Peraturan Menteri pendidikan Nasional RI, tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan
Dasar dan Menengah
[3]. Sugiyono, Metodologi
Penelitian kualitatif, Bandung 2005
[4]. Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik penyusunan skripsi, hlm.113
[5]. Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik penyusunan skripsi
[7]. Ibid. Hlm.112
[8]. M.Toha Anggoro, Metode penelitian, 2010
[9]. Sebagaimana dikutip oleh sugiyono, Memahami Penelitian kualitatif