Assalaamu'alaikum wrwb...
Makalah
nengnur
Jumat, 01 Mei 2020
Senin, 13 April 2015
Proposal judul
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menuju kearah yang lebih baik merupakan dambaan semua
orang, setiap generasi, bahkan siapapun orangnya tidak mau statis, monoton,
melainkan berharap dinamis. Demikian juga pihak sekolah, baik itu SD, SMP,
SMA/SMK bahkan Perguruan Tinggi pun mengharapkan ada kemajuan atau peningkatan mutu
pendidikan dalam istilahnya.
Upaya kearah itu, tentunya memerlukan kerja keras,
bukan saja dari pihak guru dan siswa, namun Kepala Sekolah pun mempunyai tugas
yang tidak begitu ringan dalam peningkatan mutu pendidikan tersebut. Selain itu,
perlunya faktor pendukung ke arah kemajuan dan keberhasilan mutu itu, adanya
sarana dan prasarana yang memadai, bantuan moral dan material, bahkan spiritual
sekalipun tentunya menjadi pendorong utama, karena menyangkut hubungan batin
antara makhluk dan Khalik.
Untuk mewujudkan hal tersebut, kita tidak boleh
berpangku tangan atau hanya menerima apa adanya, melainkan ada upaya perubahan
mental dan spiritual.
Lebih lanjut Allah Swt. telah berfirman dalam Q.S. Ar-Ra’du : 11
Artinya : “Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”.
Dari ayat di atas, kita dapat
memahami isinya, bahwa Allah menganjurkan kepada manusia untuk berusaha
mengubah keadaan kita sendiri, tetapi bukan Allah Swt. yang mengubahnya.
Demikian hal nya dengan meningkatkan mutu pendidikan, harus ada upaya dan
kinerja dari berbagai pihak, agar dapat berhasil dengan memuaskan.
Salah satu dari sekian banyak
persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar dan menengah, bila dibandingkan dengan negara lain.
Pada dasarnya peningkatan mutu
pendidikan sudah sejak lama dibicarakan oleh para pelaku pembangunan di bidang
pendidikan, tetapi realitas dan bukti empirik yang kita lihat di lapangan telah
menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih dikatakan rendah. Karena itu dapat dikatakan
bahwa sampai saat ini titik berat pembangunan pendidikan masih ditekankan pada
upaya untuk meningkatkan mutu.
Penetapan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan amanah
sekaligus penjabaran dari UU Sisdiknas. Pada ketentuan ini, standar pelayanan
minimal yang perlu disusun, dicanangkan, dan dilaksanakan oleh penyelenggara
pendidikan, yakni meliputi : (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar
kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar
sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8)
standar penilaian.[[1]]
Perencanaan mutu (quality
planning) dalam konteks sekolah tentunya adalah pemenuhan kebijakan mutu
terhadap 8 Standar Nasional Pendidikan. Dengan demikian, sasaran dari program
sekolah adalah pencapaian indikator-indikator kunci pada setiap standar yang
ditetapkan. Perencanaan mutu harus disusun oleh segenap unsur-unsur sekolah
dengan juga membangun komitmen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja.
Dalam
Dunia pendidikan juga
mengenal fungsi pengawasan yaitu yang disebut pengawas sekolah; mungkin untuk
guru PAI adalah pengawas PAIS. Pengawas PAIS berfungsi sebagai mitra guru dan
kepala sekolah, inovator, konselor, motivator, kolaborator, asesor, evaluator
dan konsultan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan
sekolah adalah dengan melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian
(evaluasi).
Dalam Islam fungsi pengawasan dapat terungkap dalam ayat Al-Qur’an S.
Al-Fajr/89: 14.
Pengawasan
yang dilakukan pengawas sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah harus
benar-benar dapat diukur. Artinya, ada peningkatan kualitas layanan belajar
yang cukup signifikan sebagai peningkatan profesionalitas guru PAI.
Dengan demikian, pengeloaan institusi satuan pendidikan sebagai dampak dari
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat akan terus menerus
dapat membangun karakter warga sekolah dan karakter peserta didik.
Namun pada prinsipnya, keberadaan pengawas PAI selama
ini belum dapat dibanggakan, karena masih terdapat kesan yang negatif, seperti
kurang adanya komunikasi, jarang bahkan tidak pernah melakukan monitoring
terhadap sekolah, dan nada lain yang mungkin tak dapat diungkap pada tulisan ini. Ironisnya, adanya seorang pengawas yang ditugaskan untuk
membina dan memberikan bimbingan di dua bahkan tiga kecamatan, sehingga
tugasnya tidak terfokus pada satu sekolah yang inti. Padahal kehadiran pengawas
PAI sangat diperlukan bahkan didambakan oleh guru PAI terutama yang berstatus
sebagai PNS, karena memerlukan pembinaan dan bimbingan dalam mempersiapkan
administrasi guru seperti penyusunan Silabus, RPP, teknik penilaian dan lain sebagainya.
B. Rumusan masalah
Di dalam penelitian
kualitatif, rincian mengenai penetapan
rumusan masalah adalah seperti yang dikutip oleh dahare dan dinyatakan oleh Moleong (1989:69) bahwa,
pertama, rumusan masalah dapat membatasi studi sehingga tidak menyertakan
hal-hal yang di luar penelitian. Kedua, penetapan rumusan masalah berfungsi
untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau memasukkan-mengeluarkan informasi
yang baru diperoleh dari lapangan. Dengan panduan dan arahan dari rumusan
masalah maka peneliti dapat tahu data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana
yang walaupun menarik, karena tidak relevan, tidak perlu dimasukkan ke kumpulan
data yang akan dianalisis di tahap selanjutnya.
Kemudian, dari penetapan
rumusan masalah, akan “dipecah” atau diuraikan lagi menjadi pertanyaan
penelitian. Pertanyaan penelitian dimaksudkan untuk lebih mengoperasionalkan
rumusan masalah (Idrus. 2009: 48).
Sebagai ilustrasi untuk
memperjelas penetapan rumusan masalah dapat dinyatakan disini bahwa pengawas dalam rangka meningkatkan standar mutu maka pengawas harus berfungsi sebagai mitra
guru dan kepala sekolah, inovator, konselor, motivator, kolaborator, asesor,
evaluator dan konsultan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pembinaan sekolah adalah dengan melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian
(evaluasi).
Berdasarkan hal tersebut
diatas maka rumusan masalah ini akan mencoba mengungkapkan bagaimana aktifitas
dan peran pengawas terhadap kinerja dan kompetensi pengawas sekolah bidang PAI.
Kemudian dari hasil interaksi akan ditelaah pula bagaimana peran pengawas
sekolah tersebut dalam proses penjaminan mutu di sekolah binaannya.
Rumusan masalah di atas
apabila diturunkan dan diuraikan dalam pertanyaan penelitian maka seperti di
bawah ini :
a.
Bagaimana peran Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah binaannya?
b.
Bagaimana fungsi Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalkan tugas dan fungsinya terhadap profesionalisme guru di sekolah binaannya?
c.
Bagaimana upaya Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalkan
kinerjanya sebagai sosok teladan para guru PAI di sekolah binaannya?
C. Tujuan Penelitian
Melalui
penelitian ini, tujuan yang diinginkan adalah merumuskan tentang pendidikan agama
Islam melalui tugas dan fungsi pengawas. maka Secara spesifik, tujuan penelitian
ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui tugas pengawas Pendidikan Agama Islam dalam hal meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
binaannya.
2.
Untuk mengetahui peranan pengawas pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya sebagai supervisor terhadap profesionalisme guru di sekolah binaannya.
3.
Untuk mengetahui upaya Pengawas Pendidikan Agama Islam dalam mengoptimalkan
kinerjanya sebagai sosok teladan para guru PAI di sekolah binaannya.
D. Metodologi Penelitian.
Kata “Metode” berasal dari kata
yunani, yaitu “Meta” dan “Hodos”. Meta artinya melalui, dan hodos artinya
jalan. Dengan demikian, menurut pengertian ini, metode dapat diartikan sebagai
suatu jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Murni Jamal (1981:1) menjelaskan,
bahwa yang dimaksud dengan metode adalah suatu cara kerja yang sitematis dan
umum terutama dalam mencari kebenaran
ilmiah. Metode merupakan suatu cara kerja tertentu yang dipakai dalam sebuah
penelitian atau dalam suatu program demi tercapainya suatu tujuan secara
efektif dan efisien.
Metode atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif, Pendekatan
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motifasi,
tindakan dan lain-lain, secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata, kalimat dan gambar.[[3]]
Alasan penggunaan penelitian kualitatif adalah :
1. Untuk memberikan batas latar
belakang penelitian.
2. Untuk memudahkan perhatian penulis
pada masalah-masalah yang akan diteliti.
3. Dengan menggunakan metode kualitatif, penulis akan
lebih kreatif dalam mengumpulkan data dan informasi di lapangan
Penelitian kualitatif (Qualitatif Researc) adalah suatu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang
secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi penelitian yang
menggunakan informasi yang bersifat menerangkan dalam bentuk uraian. Data yang
diperoleh adakalanya sangat sederhana, berupa kejadian-kejadian monovarian,
sehingga tidak mudah disusun dalam struktur klasifikasi.[[4]]
Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan
bahwa bahwa ciri-ciri metode penelitian
kualitatif ada lima, yaitu:
1.
Penelitian kualitatif mempunyai
setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen
kunci.
2.
Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau
gambar-gambar dari pada angka
3.
Penelitian kualitatif lebih
memperhatikan proses dari pada
produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang
diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
4.
Peneliti kualitatif mencoba
menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk
membuktikan hipotesis yang mereka
susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
5.
Penelitian kualitatif menitikberatkan
pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak.
Sedangkan
untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat, digunakan metode analisis
SWOT; Strength (kekuatan), Weaknes (kelemahan), Opportunity (peluang) dan
Treath (ancaman).
f. Teknik
Pengumpulan Data
1.
Observasi
Observasi
adalah tenik
pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan dengan disertai
pengamatan-pengamatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.[[5]]
Teknik ini digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati
tidak terlalu besar. Pelaksanaanya yaitu dengan terjun langsung kelapangan
dengan disertai pengamatan dan pencatatan terhadap hal-hal yang muncul terkait
dengan informasi antara data yang dibutuhkan.
Adapun hal-hal
yang di observasi observasi adalah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan Pengawas dan guru PAI.
2. Wawancara
atau interview
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan
yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang
mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang di wawancara.[[6]]
Teknik ini
digunakan untuk mendapatkan
keterangan dari pengawas dan guru PAI untuk memperoleh data dan informasi
sebanyak-banyaknya.
3. Metode dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari
catatan-catatan mengenai data pribadi responden.[[7]]
Sumber dokumentasi dalam penelitian ini adalah semua data yang di peroleh
dari pengawas dan guru PAI.
4.
Analisis dan Inventarisasi
Data
Data yang telah
terkumpul dideskripsikan menjadi data kualitatif. Data kualitatif yakni data
yang berbentuk kata-kata dipisah-pisahkan menurut kategori untuk diambil
kesimpulan.[[8]]
Pada penelitian
ini, data yang terkumpul dianalisis secara stimulan sepanjang periode
penelitian. Meskipun demikian, kegiatan yang diawali dengan fokus, pertanyaan,
permasalahan serta teks, kini pengumpulan data tertentu yang dapat
diantisipasi, tetapi kenyataanya selalu berubah sesuai dengan umpan balik yang
diperoleh dilapangan.
Langkah-langkah
analisis data dilakukan dengan mengikuti cara yang disarankan oleh Miles dan
huberman sebagai berikut.[[9]]
a. Reduksi Data
Pada tahap pertama, data-data
yang terkumpul dilapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan terinci,
Mengingat banyaknya data yang masuk, maka agar tidak menyulitkan kemudian
data-data tersebut direduksi dan dirangkum dengan memilih hal-hal pokok serta
tersusun secara sistematis. Dengan adanya proses reduksi data ini akan
mempermudah memberikan kode-kode pada aspek-aspek tertentu agar muah dicari
kembali jika dipelukan.
b. Display data
Display data merupakan proses
pengorganisasian data sehingga mudah dianalisis. Proses ini dilakukan dengan
visualisasi data dalam bentuk tabel, diagram atau grafik, Dengan langkah ini
data akan lebih mudah dianalisis.
c. Mengambil
Kesimpulan
Langkah ini dimulai dengan
mencari pola, tema, hubungan, hal-hal yang sering timbul dan lain sebagainya
yang mengarah pada konsep mutu pendidikan hingga ke guru PAI
[1]. Peraturan Menteri pendidikan Nasional RI, tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan
Dasar dan Menengah
[3]. Sugiyono, Metodologi
Penelitian kualitatif, Bandung 2005
[4]. Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik penyusunan skripsi, hlm.113
[5]. Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik penyusunan skripsi
[7]. Ibid. Hlm.112
[8]. M.Toha Anggoro, Metode penelitian, 2010
[9]. Sebagaimana dikutip oleh sugiyono, Memahami Penelitian kualitatif
Senin, 30 Maret 2015
IMPLEMENTASI IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
MAKALAH
IMPLEMENTASI IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
Disusun
Oleh:
BANDUNG
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, karena berkat rahmat-Nya pula saya dapat
menyelesaikan makalah kecil yang berjudul “Implementasi kepada Qada dan Qadar”.
Salawat
serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda Besar Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan
kerabatnya sampai umat akhir zaman.
Dengan
segala kerendahan hati, saya mencoba membuat suatu makalah yang sederhana ini,
semoga dapat bermanfaat terutama bagi saya sendiri sebagai penyusun, maupun
bagi semua pembaca makalah ini.
Penulis
yakin, bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh untuk dikatakan sempurna,
karena masih banyak kekurangan, baik dalam p
embahasan maupun dalam segi pemahaman dan penggunaan literatur yang sifatnya terbatas pada kemampuan.
embahasan maupun dalam segi pemahaman dan penggunaan literatur yang sifatnya terbatas pada kemampuan.
Tujuan
pembuatan makalah ini semata-mata hanya untuk memenuhi syarat mengikuti Uji
Kompetensi di Kementerian Agama Propinsi Jawa Barat. Selain
itu, diharapkan bermanfaat untuk memperluas
pengetahuan kita tentang iman kepada qada dan qodar di mana kita dapat memahami
apa yang disebut qada dan qodar serta fungsinya, juga berusaha mengimani dengan cara
melaksanakan ibadah, seperti shalat lima waktu, puasa ramadhan, shalat sunah dan
sebagainya.
Akhirnya,
penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, serta mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi perbaikan di masa yang akan datang.
Bandung,
April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB 1 IMAN KEPADA QADA DAN QADAR
A.
Pengertian Iman Kepada Qada dan
Qadar..................................
1. Pengertian Qada......................................................................
2. Pengertian qadar .....................................................................
B.
Hubungan antara Qada dan Qadar..............................................
BAB 1 1 IKHTIAR DAN TAWAKKAL
A.
Pengertian Ikhtiar........................................................................
B.
Pengertian Tawakal......................................................................
C.
Fungsi Iman kepada Qada dan
Qadar.........................................
BAB I
IMAN KEPADA QADA DAN QADAR
A.
Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar
Iman kepada
Allah termasuk juga meyakini bahwa Allah itu Maha Besar. Dan Allah Maha Besar
meliputi kebesaran anugerah dan kasih sayang Nya kepada makhlukNya.
Keyakinan dan
Kebesaran Allah membuat kita merasa rendah dan tidak merasa pantas
menyombongkan diri. Karena yang pantas menyombongkan diri hanyalah Allah.
Kesombongan akan menyebabkan kita tergelincir dalam jurang kehinaan.
Silih
bergantinya antara siang dan malam, senang dan susah, keberhasilan dan
kerugian, kaya dan miskin, ini menandakan adanya yang mengatur yaitu Kehendak
Sang Pencipta (al-Khaliq) yang Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.
Dengan memperhatikan
kepada peristiwa di atas, sudah barang tentu tidak terlepas dari qada dan qadar
Allah SWT. yang terjadi kepada semua makhluk di alam semesta ini. Dengan segala
kesempurnaan-Nya pula, Allah SWT. Berhak, berkehendak, menentukan ataupun memutuskan
apa yang akan terjadi terhadap makhluk-Nya itu, dan semua itu sudah ada dalam
tanzizi qadimnya Allah dalam lauhil mahfudz Nya. Segala sesuatu yang Allah
berikan pada kita, kita tak bisa menolak dan memungkirinya, karna itu percaya
kepada qada dan qadar adalah bukti iman kita kepada Allah dan takdir yang
diberikan Allah.
Beriman kepada Qada
dan qodar merupakan Rukun Iman yang ke enam yang harus di yakini dan di imani. Iman
kepada qada dan qadar berarti meyakini dan mempercayai dengan sepenuh hati bahwa
segala yang ada di dunia ini terjadi menurut kekuasaan dan kehendak Allah SWT,
sesuai aturan ciptaan Nya[1].
Jika pemahaman terhadap rukun Islam yang ke enam tidak hati-hati, tidak
dilandasi dengan iman, serta ilmu yang benar, hal tersebut dapat menjerumuskan
manusia kepada sikap yang salah.
Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Iman itu ialah
engkau percaya kepada Allah, para malaikatnya, kitab-kitabnya, para Rasulnya,
hari akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang baiknya ataupun yang buruk”.
(H.R. Muslim).
- Pengertian Qada
Qadha berasal
dari bahasa Qadha-yaqdhi-qadha’an yang berarti memutuskan perkara dengan ucapan
atau perbuatan.[2]
Qadha, menurut
bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.
Asal maknanya adalah: Memutuskan,
memisahkan, menentukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan
menyelesaikannya. Maknanya adalah mencipta.[3]
Sedangkan
menurut istilah, Qadha berarti putusan Allah tentang suatu perkara sejak zaman
azali (zaman sebelum adanya alam ini).
Menurut Ulama
Asy’ariah, yang di pelopori oleh Abu Hasan Al Asy’Ari (wafat di basrah Tahun
330 H), berpendapat bahwa qada ialah kehendak Allah SWT mengenai segala hal dan
keadaan, kebaikan dan keburukan, yang sesuai dengan apa yang akan di ciptakan
dan tidak akan berubah-ubah sampai terwujudnya kehendak tersebut. Qada bersifat
Qadim (lebih dulu ada) sedangkan qadar bersipat hadis (baru).
Dalam Al-Quran
banyak terdapat arti kata qada, Ada beberapa pengertian Qada dalam Al-Quran,
diantaranya:
a.
Qada
dalam arti Hukum atau Keputusan
Seperti dalam Q.S. An-Nisa ayat 65:
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Q.S.
An-Nisa : 65).
b.
Qada
dalam arti perintah
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra :23).
c.
Qada
dalam arti kehendak
Artinya: “Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa
mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang
laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril):
"Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah
hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia.” (QS.
Ali Imran : 47).
d. Qada dalam arti
mewujudkan atau menjadikan
Artinya: “Maka Dia menjadikannya
tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.
Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Fusillat : 12).
2.
Pengertian
qadar
Menurut Syaikh
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Qadar menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata)
dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan
(qa-dran).[4]
Qadar (yang
diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha (kepastian) dan hukum, yaitu
apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha (kepastian) dan
hukum-hukum dalam berbagai perkara. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk
jama’nya ialah Aqdaar.[5]
Qadar, menurut
istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan
ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.[6]
Atau Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari
apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah
menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum
diciptakan sejak zaman azali. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa
semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya
dan dengan sifat-sifat ter-tentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan
apa yang telah ditentukan-Nya.[7]
Atau Ilmu Allah, catatan
takdir)-Nya terhadap segala
sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
Menurut Ibnu Faris , Qadara: qaaf, daal dan raa’
adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar
adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya.
Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai' aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari
at-taqdir.” [8]
Menurut ulama
Asy’ariah qadar adalah perwujudan
kehendak Allah SWT terhadap semua mahkluknya dalam bentuk-bentuk dan
batasan-batasan tertentu, baik mengenai zat-zatnya ataupun sipat-sipatnya. Menurut
ulama Asy’ariah ini, bahwa hubungan qada dengan qadar merupakan satu kesatuan,
karena qada merupakan kehendak Allah SWT, sedangkan qadar merupakan perwujudan
dari kehendak itu.
Ada
beberapa pengertian Qadar dalam Al-Quran, diantaranya:
a.
Qadar
dalam arti kekuasaan
atau kemampuan
b.
Qadar
dalam arti
ketentuan atau kepastian
Artinya: “lalu
Kami tentukan (bentuknya), maka
Kami-lah sebaik-baik yang menentukan” (Q.s.
Al Mursalat : 23).
c.
Qadar
dalam arti ukuran
Artinya : “Allah telah menurunkan
air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih
yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat
perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat
kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan.” (Q.S. Ar Ra’d :17).
dengan
mengatur serta menentukan suatu menurut batas-batasnya
Artnya: “Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung
yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang
bertanya.” (Q.S. Fussilat : 10).
B.
HUBUNGAN
ANTARA QADA DAN QADAR
TERHADAP MANUSIA
Iman kepada qada
dan qadar dalam ungkapan sehari-hari lebih populer dengan sebutan iman kepada
takdir. Iman kepada takdir berarti percaya bahwa segala apa yang terjadi di
alam semesta ini, seperti adanya siang dan malam, adanya tanah yang subur dan
yang tandus, hidup dan mati, rezeki dan jodoh seseorang merupakan kehendak dan
ketentuan Allah SWT.[9]
Takdir adalah Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu.
Hukum beriman
kepada takdir adalah fardu’ain. Seseorang yang mengaku islam, tetapi tidak
beriman pada takdir dapat di anggap murtad (kafir). Rasulullah SAW bersabda
yang artinya:
“Tidaklah beriman seseoarng sebelum
ia beriman kepada Qadar, qadar yang baik maupun yang buruk. Dan tidaklah ia
beriman mengetahui sesungguhnya apa saja yang sudah dipastikan akan menimpanya,
tentu tidak akan meleset darinya.Dan sesungguhnya apa saja yang dipastikan
meleset dari dirinya pasti tidak akan menimpanya.” (H.R. At-Tirmidzi dari
Jabir)
Hadits di atas
menjelaskan bahwa pengakuan iman seseorang tidak diterima Allah apabila:
a. Tidak
beriman kepada Qada dan Qadar
b. Belum
meyakini bahwa segala sesuatu yang dikehendaki Allah (baik tertimpa maupun
terhindar dari sesuatu) pasti itulah yang terjadi.
Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang iman
kepada takdir cukup banyak, antara lain :
Artinya : “Apabila Allah hendak menetapkan sesuatu,
maka Allah hanya cukup berkata kepadanya : “jadilah”, lalu jadilah dia.” (Q.S.
Ali Imran, 3 : 47).
Artinya : “dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni) nya.” (Q.S. Fussilat, 41 : 10).
Artinya
: “Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (Q.S. Al Ahzab,
33 : 38).
Selain itu, ada
pula ulama yang berpendapat bahwa hubungan antara qada dan qadar merupakan dwi
tunggal, karena dapat dikatakan bahwa pengertian qada sama dengan pengertian
qadar.
Menurut ulama
Asy’ariah, bahwa hubungan qada dengan qadar merupakan satu kesatuan, karena
qada merupakan kehendak Allah SWT, sedangkan qadar merupakan perwujudan dari
kehendak itu. Qada bersifat Qadim (lebih dulu ada) sedangkan qadar bersipat
hadis (baru).
Apakah manusia
itu musayyar (di paksakan oleh kekuatan Allah) atau mukhayyar (di beri
kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri)? Tidak benar kalau di sana
manusia itu mutlak musayyar, tetapi juga keliru jika di katakan manusia itu
mutlak mukhayyar.
Hal –hal yang
musayyar misalnya, setiap manusia yang hidup di bumi tubuhnya tidak bisa
terbebas dari gaya tarik bumi, beberapa organ tubuh manusia seperti paru-paru,
jantung, alat pernapasan, dan peredaran darah bekerja secara otomatis diluar
kesadaran atau perasaan, bahkan ketika manusia tidur sekalipun.
Adapun hal yang mukhayyar misalnya, manusia
mempunyai kebebasan untuk memilih dan berbuat sesuai dengan kodratnya sebagai
mahluk. Allah SWT melalui Rasulnya telah memberikan petunjuk tentang jalan yang
lurus, yang harus di tempuh manusia, kalau ia ingin masuk surga, dan jalan yang
sesat yang harus dijauhi manusia jika ia tidak ingin masuk neraka. Allah SWT
berfirman :
Artinya : “Dan
kami telah menunjukan kepada dua jalan (jalan kebajikan dan jalan kejahatan).” (Q.S.
Al-Balad, 90 : 10).
Bahwa manusia
mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan dalam berbuat. Hal itu tersirat
dalam peristiwa berikut yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dan Khalifah Umar
bin Khatab RA.
Qadha dan qadar
adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang
lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang
lainnya berkedudukan sebagai bangunannya yaitu qadha. Barang siapa bermaksud
untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan
merobohkan bangunan tersebut.[10]
Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha' ialah
ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali.
Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah
ditentukan sebelumnya.[11]
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para
ulama mengatakan, ‘Qadha' adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak
zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari
ketentuan tersebut”[12]
Jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari
keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua
pendapat sebelumnya. Jika keduanya terpisah, maka keduanya berhimpun, di mana
jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di
dalam (pengertian) nya.
BAB III
IKHTIAR
DAN TAWAKAL
A. Ikhtiar
Melakukan berbagai macam usaha (ikhtiar) yang halal baik
secara zhahir (yaitu langkah-langkah yang ditempuh dengan bekerja) maupun bathin
(langkah-langkah yang ditempuh dengan do’a) dengan maksud untuk mengubah nasib
atau terhindar dari suatu bencana, merupakan perintah Allah dan Rasulnya. Manusi
wajib berikhtiar, artinya manusia wajib untuk berusaha mewujudkan mimpi atau
keinginannya sekuat tenaga. Usaha manusia juga menjadi faktor atau penyebab
akan hasil yang ditetapkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:
br&ur
}§ø©9 Ç`»|¡SM~Ï9
wÎ) $tB
4Ótëy
“Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya”
(Q.S.An-Najm: 39)
Rasulullah
bersabda, “berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya
dan berusahalah untuk akheratmu seolah-olah kamu akan mati besok.” (H.R Ibnu
Asakir).
Apakah setiap usaha (iktiar) manusia pasti berhasil?
Tidak setiap usaha manusia berhasil. Kadang-kadang usaha tersebut mengalami
kegagalan. Kegagalan dalam suatu usaha itu antara lain disebabkan karena
keterbatasan – keterbatasan dan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam diri
manusia sendiri. Setiap muslim atau muslimat apabila gagal dalam suatu usaha
hendaknya bersabar. Orang yang bersabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah,
apabila berputus asa, sebagaimana firman Allah
Artinya:
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka
carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir." (Q.S. Yusuf, 12 : 87)
Malah ia akan
meningkatkan kegiatan usahanya, agar pada usaha selanjutnya tidak mengalami
kegagalan.
Ada beberapa cara yang harus ditempuh
agar suatu usaha berhasil, di antaranya
:
a. Menguasai
bidang usaha yang dilaksanakannya
b. Berusaha
dengan sungguh-sungguh
c. Melandasi
usahanya dengan niat ikhlas karena Allah
d. Berdoa
kepada Allah agar memperoleh pertolongannya.
Allah SWT
berfirman sebagai berikut :
۱ن
Artinya :
…“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (kecuali) bila mereka
sendiri mengubah keadaan….” (Q.S. Ar-Ra’d, 13 : 11)
Dalam surah yang
lain, Allah SWT berfirman yang artinya,
Artinya: “dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan
diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan
diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya
kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).” (Q.S.
An-Najam, 53 : 39-42)
B. Tawakkal
Tawakkal artinya
berserah diri kepada Allah setelah berusaha. Setiap orang wajib berusaha untuk
mewujudkan keinginan dan kehendaknya. Setelah usaha sebaik mungkin, barulah
orang tersebut menyerahkan segala hasil dan keputusan kepada Allah. Usaha yang
dilakukan oleh seseorang bukan hanya usaha lahiriah saja, tetapi seseorang
wajib memanjatkan do’a kepada Allah, supaya apa yang telah diusahakan dapat
dikabulkan oleh Allah.
Kemudian, apakah
Islam mengajarkan manusia hanya berdo’a saja?
Tentu tidak, tawakkal yang benar
adalah tawakal yang disertai dengan usaha dan do’a.
Islam melarang setiap pemeluknya untuk menganut
fatalisme, yaitu paham atau ajaran yang mengharuskan berserah diri pada nasib
dan tidak perlu berikhtiar, karena hidup manusia dikuasai dan ditentukan oleh
nasib. Fatalisme adalah paham yang keliru, menyimpang dari ajaran tentang iman
pada takdir, penghambat kemajuan dan penyebab kemunduran umat. Setiap muslim
(muslimat) yang betul-betul beriman kepada takdir, selain wajib untuk
berikhtiar, juga wajib bertawakkal kepada Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT
berfirman sebagai berikut :
Artinya : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal.” (Q.S. Ali Imran, 3 : 159).
Selain
itu, Allah SWT juga berfirman :
Artinya :
“Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah di
tetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah
orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (Q.S. At-Taubah, 9 : 51).
Seorang muslim (muslimat) yang betul-betul bertawakkal
pada Allah, tentu akan berusaha agar senantiasa bersikap dan berprilaku sesuai
dengan kehendak Allah SWT. yaitu melaksanakan semua perintahnya dan
meninggalkan semua apa yang dilarangnya. Muslim/muslimat yang selama hidupnya
betul-betul bertawakkal kepada Allah SWT dan beriman kepada Qadha dan Qadar,
tentu akan memperoleh banyak hikmah antara lain sebagai berikut :
·
Dicintai oleh Allah SWT.
(Seperti dalam Q.S. Ali Imran, 3 : 159)
·
Dianugerahi rezeki yang
cukup, Allah SWT berfirman :
Artinya
: “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan
(keperluannya)….” (Q.S. At-Talaq, 65 : 3).
·
Dianugerahi ketentraman
hidup, tidak akan gelisah dan berkeluh kesah, apalagi putus asa. Hal ini disebabkan
karena orang yang bertawakkal pada Allah akan bersyukur bila berada dalam
situasi yang menyenangkan, dan berusaha sabar apabila dalam kesusahan.
Artinya
: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (Q.S. Al-Hadid, 57 :
22-23).
·
Disenangi oleh orang
banyak, karena budi pekertinya yang terpuji dan hidupnya yang bermanfaat.
·
Berjiwa Qana’ah. Orang
yang Qana’ah tidak tamak atau rakus dalam melihat sesuatu. Dia merasa cukup
dengan pemberian Allah. Seperti dalam Firman Allah (Q.S. At-Thalaq : 3)
·
Berani menghadapi
persoalan hidup, karena yakin Allah member beban kepadanya sesuai dengan kadar
kemampuannya. Firman Allah (Q.S. Al-Baqarah : 286)
·
Memiliki keberanian
untuk berjuang di jalan Allah.
·
Memiliki jiwa yang
tenang, tidak sombong, iri dan dengki.
·
Mampu mengendalikan
dirinya disaat suka maupun duka.
C. Fungsi Iman Kepada Qada dan Qadar
Allah SWT. mewajibkan umat manusia untuk beriman
kepada qada dan qadar (takdir), yang tentu mengandung banyak fungsi (hikmah
atau manfaat), yaitu antara lain :
1. Memperkuat
keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah Tuhan Yang Maha Esa ,
Maha Kuasa, Maha Adil dan Maha Bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong
umat manusia (umat islam) untuk melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar
menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian kemerdekaan dan
kedaulatan yang diperolehnya itu akan di manfaatkannya secara adil, demi
terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di akhirat.
2. Menumbuhkan
kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan ketentuan
– ketentuan Allah SWT (sunatullah) atau hukum alam. Kesadaran yang demikian
dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang
canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian
terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara,
barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil – hasil penelitiannya dimanfaatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan manusia ke arah yang lebih tinggi.
Artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. Almujadalah, 58 : 11).
3. Meningkatkan
ketakwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat menumbuhkan kesadaran bahwa
segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini seperti daratan, lautan,
angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan berbagai bencana alam
seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-mata karena kehendak,
kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu, kemahakuasaan dan keadilan Allah
SWT akan ditampakkan kepada umat manusia, takkala umat manusia sudah meninggal
dunia dan hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya
bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat kubur dan akan dimasukan ke surga,
sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak
berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa kubur dan dicampakan ke dalam neraka
jahanam.
Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang
disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya
kamu diberi rahmat. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran, 3 : 131 – 133).
Artinya: “Berlomba-lombalah kamu
kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit
dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
Artinya: “Tiada suatu bencanapun
yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.
Artinya: “(Kami jelaskan yang
demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari
kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong
lagi membanggakan diri”,
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya
Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Al-Hadid, 57 : 21-24).
5. Mendorong
umat manusia (umat islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat,
sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari
hari ini. Umat manusia (umat islam) jika betul-betul beriman kepada takdir,
tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan.
Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya
masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang dimiliki dan telah diusahakan
secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya: “sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat
kepada manusia.” (H.R. At-Tabrani).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Syaikhu
1988 Penerbit
Pustaka Ibntu Katsir
Nn
1998 Cempaka
putih
Fat-hul Baari
Ibnu
Qutaibah
Ta-wiil
Musykilil Qur-aan, Ibnu Qutaibah, Lisaanul ‘Arabal-Qaamuus
Ibnu
Atsir
An-Nihaayah
fii Ghariibil Hadiits
Muhammad
TH
1984 Kedudukaan
Ilmu dalam Islam. Al-Ikhlas, Surabaya.
M.
Quraisy Shihab
1998
Tafsir al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, Lentera
Hati, Jakarta.
Nu’man
bin Ibrahim az-Zarnuji
1990
Metode Belajar efektif untuk menjadi Kyai-Ulama (terj). CV.
Bahagia, Pekalongan.
Oemar
Bakrie
1990 Akhlak Muslim. Angkasa, Bandung.
Yusuf
Qardawi
1998
Qur’an berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. (terj) Gema
Insani press, Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)